Menyelami Realitas Literasi Al Quran di Negeri Bermartabat

Indonesia, negara kita yang penuh dengan kekayaan budaya dan tradisi, selalu dikenal sebagai salah satu pusat keislaman terbesar di dunia. Dari ujung Sabang hingga ke tanah Merauke, setiap sudut negeri ini dimeriahkan oleh jutaan umat Muslim yang membawa warna kehidupan sosial dan keagamaan. Namun, di balik keragaman yang memukau ini, kita menghadapi tantangan yang perlu kita selesaikan bersama-sama: masih banyak di antara kita yang belum begitu fasih membaca Al Quran.

Al Quran adalah kitab suci yang sangat berarti bagi umat Islam. Namun, ada kenyataan bahwa sebagian besar dari kita belum bisa membacanya. Hal ini tentunya merupakan panggilan untuk kita hadapi bersama untuk menemukan jalan agar literasi Al Quran di kalangan umat Muslim Indonesia semakin meningkat. 

Menggali Akar Permasalahan

Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap tingginya persentase Muslim Indonesia yang belum bisa membaca Al Quran, antara lain :

- Kurikulum Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam menjadi tulang punggung dalam memahami Al Quran. Namun, kurikulum yang tidak menyediakan cukup waktu dan pendekatan yang tepat dalam mengajarkan membaca Al Quran dapat menjadi penghambat bagi para pelajar.

- Kesibukan Hidup Modern 

Dalam era yang serba cepat ini, banyak dari kita terjebak dalam rutinitas harian yang padat, menghabiskan waktu untuk pekerjaan, pendidikan, dan berbagai aktivitas lainnya. Dampak dari kesibukan ini adalah terbatasnya waktu untuk mempelajari Al  Quran dengan baik. Bagi sebagian orang, membaca Al Quran bukan menjadi prioritas utama dalam kehidupan sehari-hari,

Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini, video-video konten yang menarik dan menghibur dalam berbagai media sosial telah dengan cepat mengalihkan perhatian kita dari keinginan untuk belajar membaca Al Quran. Fenomena ini menjadi semakinmencolok  di tengah popularitas platform-platform digital yang memanjakan kita dengan tayangan yang menghibur dan menggugah rasa ingin tahu. Terjebak dalam memperhatikan konten-konten tersebut, sering kali kita lupa untuk menyisihkan waktu guna mengembangkan kemampuan membaca Al Quran yang berharga. Akibatnya, sebagian dari kita mengalami keterbatasan dalam membaca Al Quran.

- Kurangnya Dukungan Keluarga 

Kurangnya dukungan dari keluarga merupakan salah satu kontribusi terhadap tingginya persentase Muslim Indonesia yang belum bisa membaca Al Quran. Dukungan orang tua sejak dini memainkan peran penting dalam membentuk kemampuan membaca Al Quran pada anak-anak. Sayangnya, tidak jarang kita temui orang tua yang tidak memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan Al Quran anak-anak mereka, sehingga mereka kehilangan kesempatan berharga untuk memperdalam pemahaman tentang kitab suci ini. Beberapa orang tua bahkan cenderung mengandalkan smartphone sebagai pengganti bimbingan, tanpa menyadari bahwa interaksi langsung dan bimbingan dari keluarga adalah kunci utama dalam membentuk kecintaan dan keahlian dalam membaca Al Quran. Dengan memperkuat peran keluarga dalam mendukung pembelajaran Al Quran, kita dapat merangsang minat dan semangat belajar generasi muda untuk lebih dekat dengan pesan-pesan suci dari Al Quran.

- Malu

Malu merupakan salah satu kontribusi terhadap tingginya persentase muslim Indonesia yang belum bisa membaca Al Quran, terutama di kalangan usia dewasa. Banyak dari mereka merasa malu untuk belajar Al Quran, karena terdapat pandangan bahwa belajar Al Quran hanya diperuntukkan bagi anak-anak kecil. Stereotip ini membuat sebagian orang dewasa merasa enggan atau malu untuk memulai proses belajar membaca Al Quran. Padahal, memahami Al Quran tidak mengenal batasan usia, dan setiap Muslim berhak untuk memperoleh pengetahuan dari kitab suci ini, tidak peduli berapapun usianya. Individu yang merasa malu harus mengubah paradigma ini, bahwa dengan belajar dan fokus pada proses pembelajaran, memahami bahwa setiap usaha dan kemajuan merupakan hal yang berharga. 

- Gengsi 

Gengsi dan rasa merasa sudah bisa seringkali menjadi salah satu kontribusi terhadap tingginya persentase Muslim Indonesia yang belum bisa membaca Al Quran. Dalam masyarakat yang cenderung menghargai prestasi dan kemampuan, sebagian individu mungkin enggan untuk mengakui bahwa mereka belum mahir membaca kitab suci Al Quran. Rasa ingin terlihat pandai dan tidak ingin dianggap tidak berpengetahuan dapat menyebabkan mereka menyembunyikan keterbatasan dalam membaca Al Quran. Akibatnya, banyak yang tidak mengambil langkah untuk memperbaiki kemampuan membaca Al Quran.

Masyarakat perlu menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung dan terbuka, di mana setiap individu merasa nyaman untuk belajar dan berkembang. Rasa saling menghargai antara sesama muslim di dalam komunitasnya dapat membantu mengatasi rasa gengsi dan memotivasi untuk belajar membaca Al Quran tanpa takut diejek atau dianggap tidak pintar.

Tokoh agama memiliki peran penting dalam mengedukasi dan memberikan bimbingan serta dukungan bagi mereka yang ingin meningkatkan literasi Al Quran. Dengan adanya panduan dan motivasi dari mereka, rasa percaya diri akan tumbuh, dan rasa ingin belajar pun akan lebih terbuka.

Bertambahnya kesadaran akan pentingnya literasi Al Quran dan dengan menerapkan solusi yang tepat, seperti menciptakan lingkungan pendidikan yang supportif, melakukan kampanye pendidikan, memanfaatkan teknologi secara bijaksana, dan memberikan dukungan dan dorongan dari keluarga dan komunitas, rasa malu dan gengsi dapat diatasi.

Dengan langkah-langkah yang tepat dan kesadaran yang meningkat, diharapkan literasi Al Quran di kalangan masyarakat Muslim Indonesia dapat meningkat secara signifikan. Dengan semakin banyaknya orang yang mahir membaca Al Quran, umat Muslim Indonesia diharapkan dapat semakin mendekatkan diri kepada petunjuk suci ini dan menghayati makna yang terkandung dalam Al Quran dengan lebih mendalam. Dengan begitu, nilai-nilai kebijaksanaan, cinta, dan kedamaian yang terkandung dalam Al Quran dapat tercermin dalam kehidupan sehari-hari, membawa manfaat positif bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan.